Sering aku membayangkan apa yang akan aku lakukan jika aku lahir di negeri ini seratus tahun yang lalu, ketika Indonesia masih dijajah oleh Belanda, merasakan bagaimana susahnya hidup di tengah-tengah ketertindasan oleh penjajah, merasakan bagaimana mengawali hari dengan ketakutan dan suasana mencekam, hingga akhirnya secara perlahan menyadari bahwa sudah saatnya kita menentukan nasib kita sendiri, tak ada lagi ketakutan, tak ada lagi rasa mencekam. Mendengar teriakan seseorang, "Kita juga berhak merasakan sinar matahari pagi dan menghirup udara kebebasan!"
Karena itulah aku suka membaca karya-karya seniman Indonesia yang menceritakan zaman itu. Dan beruntunglah aku sekolah di SMA Negeri 5 Surabaya. Di sana, berdiri sebuah perpustakaan dengan buku-buku yang hebat! Karya Idrus hingga NH Dini masih terjajar rapi di sana.
Buku-buku tua itu dengan lugas mencerminkan bagaimana mencekamnya hidup di zaman terjajah. Kemarin lusa aku baru saja membaca salah satu karya NH Dini, Langit dan Bumi Sahabat Kami. Kulihat halaman terakhirnya. Pertama kali dipinjam tahun 1992, wow! Aku bahkan belum lahir, hahaha.Membacanya membuatku merinding. Bayangkan saja, bagaimana perasaanmu bila ada tentara Belanda yang sedang berpatroli tiba-tiba masuk ke dalam rumahmu tanpa permisi, duduk sambil tertawa terbahak-bahak dengan temannya di ruang tamu selama berjam-jam, lalu keluar tanpa permisi sambil membawa barang berharga yang ada di rumahmu, tanpa permisi pula, dan kamu hanya bisa melihatnya sambil merinding ketakutan, meringkuk di sudut rumah dengan tangan mendekap lutut atau menutup telinga, dan mata yang terpejam rapat. Wew.
Tapi hikmahnya, membaca buku seperti itu membuatku jadi lebih mencintai Indonesia, bagaimana para pejuang berusaha mati-matian mengambil kembali kemerdekaan. Selain itu, aku jadi belajar untuk lebih menghargai hidup dan waktu, serta bersabar menghadapi sesuatu.
Karena itulah aku suka membaca karya-karya seniman Indonesia yang menceritakan zaman itu. Dan beruntunglah aku sekolah di SMA Negeri 5 Surabaya. Di sana, berdiri sebuah perpustakaan dengan buku-buku yang hebat! Karya Idrus hingga NH Dini masih terjajar rapi di sana.
Buku-buku tua itu dengan lugas mencerminkan bagaimana mencekamnya hidup di zaman terjajah. Kemarin lusa aku baru saja membaca salah satu karya NH Dini, Langit dan Bumi Sahabat Kami. Kulihat halaman terakhirnya. Pertama kali dipinjam tahun 1992, wow! Aku bahkan belum lahir, hahaha.Membacanya membuatku merinding. Bayangkan saja, bagaimana perasaanmu bila ada tentara Belanda yang sedang berpatroli tiba-tiba masuk ke dalam rumahmu tanpa permisi, duduk sambil tertawa terbahak-bahak dengan temannya di ruang tamu selama berjam-jam, lalu keluar tanpa permisi sambil membawa barang berharga yang ada di rumahmu, tanpa permisi pula, dan kamu hanya bisa melihatnya sambil merinding ketakutan, meringkuk di sudut rumah dengan tangan mendekap lutut atau menutup telinga, dan mata yang terpejam rapat. Wew.
Tapi hikmahnya, membaca buku seperti itu membuatku jadi lebih mencintai Indonesia, bagaimana para pejuang berusaha mati-matian mengambil kembali kemerdekaan. Selain itu, aku jadi belajar untuk lebih menghargai hidup dan waktu, serta bersabar menghadapi sesuatu.
Langit dan Bumi Sahabat Kami
NH Dini
No comments:
Post a Comment