
Apa yang menyadarkanku? Tes permohonan Surat Ijin Mengemudi! SIM!!!

Tapi kali ini aku ingin bercerita tentang sesuatu yang "normal" bagi orang jaman sekarang, apa itu? Suap. (kalau ada yang berpikir aku mendapat SIM atas jasa calo, itu salah besar!)
Ya, aku bercita-cita ingin memperbaiki negeri ini, dari sifat-sifat buruk yang merajalela di negeriku tercinta Indonesia. Tapi setelah melalui hari ini, menurutku ini akan berat. Pertama, dimulai dari puskesmas. Seorang pemohon SIM diwajibkan membawa surat keterangan kesehatan sebelum tes. Ketika meminta surat keterangan, aku merasa ada yang salah. Awalnya kukira aku akan diperiksa macam-macam, tes detak jantung, tekanan darah, disuruh menjulurkan lidah, dll. Tapi ternyata tidak. Aku tak diperiksa sama sekali. Aku hanya disuruh memberikan KTP serta uang sepuluh ribu rupiah. Setelah itu, done. Surat sudah ditanganku. Aneh, aku tak tahu apakah cara kerjanya memang seperti ini, tapi kurasa tidak. Lalu, ketika aku berkata bahwa ini kugunakan untk membuat SIM, mendadak dokter puskesmasnya bertanya, "sudah bawa calo dek?" Deg. wtf -__- ya aku bilang saja tidak. Lalu katanya aku tak mungkin bisa lulus kalau nggak pakai calo. Benarkah? Hmm, bahka orang yang seharusnya memberi contoh kepada masyarakat sekitarnya berkata seperti itu, sudah separah inikah?
Beranjak ke Satpas (Satuan Penyelenggara Administrasi SIM) Colombo. Di depannya, puluhan calo mendadak mengerubutiku. Errr... Parah. Calo dengan harga selangit, bahkan lebih dari tiga kali lipat (aku tahu dari seorang teman). Wajahnya seperti preman-preman pasar. Tapi, aku tak menghiraukan. Di dalam ternyata tak kalah banyak. Gila calonya banyak banget! Aku sampai pusing. Aku yang tak tahu apa-apa bertanya pada pak penjaga parkir. Dia langsung megarahkanku ke ruang teori. Di sana, puluhan calo duduk dengan seringai aneh (aku mengenalinya dari kaos lusuh mereka. Separah-parahnya orang, pasti menggunakan pakaian yang lebih sopan dari itu.). Nampaknya mereka sudah mendapat klien. Setelah tak lama menunggu, akhirnya masuk ke ruang ujian bersama belasan pemohon lain. Banyak ekspresi yang kutemukan. Ada yang takut (mungkin baru pertama kali), ada yang biasa saja (bapak-bapak), ada yang gemetar (yang ini kebanyakan kaum hawa), ada yang santai dan sok akrab sama petugas polisi (ini calo). Aku? Entahlah. Nothing to lose, kalau gagal ya pulang.

Setelah lulus pindah ke uji praktek. Di sini "kebusukan" tampak jelas. Tampang-tampang cengengas cengenges mendominasi di tes ini. Itu para calo (setelah ini mungkin kau akan paham bagaimana aku tahu mereka calo). Mungkin banyak 'pendatang baru' yang gagal di tes teori tadi. Aku melihat ada dua mbak-mbak berwajah tegang yang lolos teori bersama rombonganku, bersama para 'penyamun' tadi. Setelah pengarahan dari pak polisi, tes pun dimulai. Ngeeengeeeng.. Selesai. Dua mbak-mbak tampak lemas, gagal melaksanakan tes dengan baik. Para calo pun juga banyak yang begitu, gagal. Peraturannya, ketika melewati berbagai halang rintang, kaki dilarang menyentuh tanah. Tapi para calo itu tampak tak serius menjalani tes, belok seenaknya, berhenti sekenanya. Gitu selesainya juga masih cengengesan. Dua mbak tadi beringsut pulang. Tapi aku salut dengan mereka, setidaknya mereka selangkah lebih maju daripada orang-orang 'pembeli' calo (kata poster begitu: anda selangkah lebih maju, mengurus SIM tanpa calo). Aku? Lulus dengan mudah. (berkat lima tahun berpengalaman di jalanan

Tak selesai sampai di situ. Di counter bank pun pelayanannya jujur sangat buruk. Petugas polisi di situ tidak ramah, tidak sopan juga. Padahal caraku bertanya sudah sangat sopan, tapi cara menjawabnya sangat menyebalkan. Dia menjawab tanpa menatapku sambil menelepon (mungkin telepon dari calo, hohoho).
Sesudah itu ke tempat foto. Di sana tampaknya tak ada yang salah, tapi setelah foto dan menunggu sampai selesai, SIM-ku jadinya lama sekali. Lamanya tak wajar, sedangkan para calo tadi selesai dengan cepat. Padahal jarak waktu berfotoku dengan berfoto orang-orang tadi tak lama. Mungkin ini yang menyebabkan orang-orang pemalas itu menggunakan jasa calo, selain masalah kesusahan dalam tes. Setelah lama menunggu, jadi juga SIM-ku. (Alhamdulillah, setelah bertahun-tahun bersepeda "tanpa izin",

Itulah pengalamanku bersama orang-orang "normal" di Indonesia zaman sekarang. Bagaimana ini? Ini sudah parah, semua lapisan mayarakat sudah tercuci otaknya! Apa yang bisa dilakukan?? Wahai generasi muda Indonesia, mari kita perbaiki bangsa ini. Kita hidup untuk masa depan negeri ini. Ada kemauan, ada jalan. Hidup pemuda Indonesia!

No comments:
Post a Comment