INDONESIA RAYA
Indonesia tanah airku tanah tumpah darahku
di sanalah aku berdiri jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaaanku bangsa dan tanah airku
marilah kita berseru Indonesia bersatu
hiduplah tanahku hiduplah negeriku
bangsaku rakyatku semuanya
bangunlah jiwanya bangunlah badannya
untuk Indonesia raya
Indonesia raya merdeka merdeka
tanahku negeriku yang kucinta
Indonesia raya merdeka merdeka
hiduplah Indonesia raya
Indonesia raya merdeka merdeka
tanahku negeriku yang kucinta
Indonesia raya merdeka merdeka
hiduplah Indonesia raya
Wage Rudolf Supratman
Aku membayangkan diriku berada di jaman '45, di mana semua orang menangis terharu mendengar kata MERDEKA, sesuatu yang terasa hampir mustahil untuk terwujud kala itu jikalau membandingkan kekuatan kita dengan para penjajah. Suara para pemuda yang bergemuruh di radio, teriakan merdeka yang bergelora hingga membabi buta saking senangnya, serta sembah sujud para "gilingan padi" Belanda pada Yang Kuasa, membuat udara Indonesia siang itu terasa amat sejuk, penuh aroma kebebasan, kemerdekaan. Bendera Indonesia berkibar gagah, diiringi hentakan Indonesia Raya membuat setiap orang yang mendengarnya membuncah semangatnya hingga ke ubun-ubun, dan dikelilingi oleh hormat tak gentar para serdadu muda pada sang merah putih dengan penuh kekusyukan. Merah itu berani, putih itu suci.
Tapi masih banyak yang tak tahu apa itu merdeka. Mereka hanya tahu hidup untuk bekerja, bekerja untuk makan, makan untuk hidup. Mereka tak tahu setelah ini mereka harus berdiri dengan kaki mereka sendiri, tak ada lagi nggandol ke Belanda. Sesuatu yang mendebarkan, mengingat mereka akan bekerja di sawah dan ladang untuk mereka sendiri, bukan Belanda.
Melintas para serdadu perang, terlihat garang. Ada satu yang menatapku lembut dengan mata yang berkaca-kaca, memancarkan kebahagiaan tak terkira. Kuhampiri beliau, bertanya bagaimana jika esok hari para penjajah tak terlihat seperti penjajah?
Itu tugasmu, Nak. Sekali merdeka, tetap merdeka...jawabnya.
No comments:
Post a Comment