Dia suka sekali berlarian di tengah hutan.
Jari-jari kaki kecilnya menyusup lembut di antara rerumputan, membuat embun-embun berhamburan.
Menyusuri gundukan tanah yang tertutup oleh daun-daun kering yang telah gugur.
Melompati akar-akar pohon tua yang muncul ke permukaan.
Saling mengintip dengan cahaya matahari lewat celah-celah daun yang rimbun.
Bertatapan dengan berbagai jenis makhluk Tuhan yang lain.
Ketika menengadah ke atas, Celahir melihat burung-burung terbang.
Lalu, terlintas dalam otaknya...
mengapa aku tak punya sayap seperti para burung itu?
aku pun ingin terbang seperti mereka...
aku sedang merindukan Cirnelle, seandainya aku punya sayap seperti mereka....
Karena Celahir sangat menginginkannya, maka dia merampas sayap milik salah satu burung.
Dan kini, dia pun bisa terbang sesuka hatinya.
Akhirnya ia pun mampu terbang mengunjungi Cirnelle kapan pun ia mau.
Lambat laun, Celahir merasakan sesuatu hilang dari dirinya,
tak tahu apa itu.
Dia tetap mengunjungi Cirnelle tiap waktu.
Suatu hari terpikirkan olehnya,
oh, mengapa kini aku tak pernah merindukan Cirnelle lagi?
aku merindukan rasa itu.
apakah ini karena sayap ini?
Dan kini dia pun sadar mengapa ia tak punya sayap.
Karena tanpa sayap, dia merasakan sesuatu yang lebih indah dari memiliki sebuah sayap,
merindukan Cirnelle...
No comments:
Post a Comment